Diantara sahabat yang pernah dipuji dan ditinggikan kedudukannya oleh Rasulullah SAW adalah Uwais Al-Qarni.
Bahkan dalam suatu majelis, Rasul pernah berwasiat kepada para sahabatnya agar jika suatu saat para sahabat ada yang bertemu dengan Pemuda Yaman bernama Uwais Al-Qarni, mintalah doa dan pengampunan Allah kepadanya
Karena Uwais Al-Qarni memiliki posisi yang ditinggi di Langit.
Padahal semasa hidupnya Rasulullah belum pernah bertatap muka dengan Uwais secara langsung.
Uwais Al-Qarni dikenal bukan karena kegigihannya dalam berperang dalam membela Islam atau karena kesetiaannya dalam menemani perjalanan dakwah Rasulullah SAW
Uwais hanyalah pemuda miskin yang hidup di pinggiran daerah Qarn, di Yaman, yang hidup berdua dengan sang Ibu setelah ditinggal ayahnya sejak kecil.
Ibunya telah memasuki usia senja dan mengalami kelumpuhan serta menderita kebutaan.
Namun, hal yang menjadikannya istimewa dimata Rasulullah adalaah bakti dan ketaatannya pada sang Ibu.
Uwais tak pernah sekalipun mengeluh untuk mengurus Ibunya yang telah renta dan memiliki keterbatasan fisik.
Bahkan Uwais sanggup memenuhi semua keinginan sang ibu termasuk keinginananya untuk berhaji.
Pada suatu malam Ibunya berujar, “Anakku, mungkin Ibu tak lama lagi akan bersamamu. Ikhtiarkan agar ibu dapat mengerjakan haji,” pinta sang ibu.
Mendengar ucapan sang ibu, Uwais termenung. Perjalanan ke Mekkah sangatlah jauh, melewati padang tandus yang panas.
Orang-orang biasanya menggunakan unta dan membawa banyak perbekalan. Lantas bagaimana hal itu dilakukan Uwais yang sangat miskin dan tidak memiliki kendaraan?
Uwais terus berpikir mencari jalan keluar.
Kemudian, dibelilah seekor anak lembu, lalu dibuatkannya kandang di puncak bukit.
Setiap harinya ia menggendong lembu naik-turun bukit.
Makin hari anak lembu itu makin besar, dan makin besar pula tenaga yang diperlukan Uwais.
Tetapi karena latihan tiap hari, anak lembu yang membesar itu tak terasa lagi.
Setelah 8 bulan berlalu, sampailah pada musim haji.
Lembu Uwais telah mencapai 100 kilogram, begitu juga otot Uwais yang makin kuat.
Ia menjadi bertenaga untuk mengangkat barang.
Kegiatan rutinnya menggendong lembu naik turun bukit ternyata adalah bentuk persiapannya untuk menggendong sang Ibu menuju Makkah.
Uwais menggendong Ibunya berjalan kaki dari Yaman ke Makkah, menunjukan bakti cintanya untuk memenuhi pinta terakhir dari sang Ibu.
Ia rela menempuh perjalanan jauh dan sulit, demi memenuhi keinginan ibunya.
Uwais berjalan tegap menggendong ibunya menunaikan ibadah haji.
Ibunya terharu dan bercucuran air mata telah melihat Baitullah. Di hadapan Ka’bah, ibu dan anak itu berdoa.
“Ya Allah, ampuni semua dosa ibu,” kata Uwais.
Sang Ibu keheranan dan bertanya, “Bagaimana dengan dosamu?”
Uwais menjawab, “Dengan terampuninya dosa ibu, maka ibu akan masuk surga. Cukuplah ridha dari ibu yang akan membawaku ke surga.”
Itulah keinginan Uwais yang tulus dan penuh cinta.
Allah subhanahu wata’ala pun memberikan karunia untuknya.
Uwais seketika itu sembuh dari penyakit sopak yang telah ia derita sedari kecil. Hanya tertinggal bulatan putih ditengkuknya.
Bulatan putih ini menjadi tanda dari seorang Uwais yang pernah diceritakan Rasulullah kepada sahabatnya.
Lewat tanda ini pula Sahabat Umar bin Khattab dan Ali bin Abi Thalib menemukan Uwais karena penasaran dengan sosoknya seperti yang pernah diceritakan Rasulullah.
Rasulullah bersabda:
“Di zaman kamu nanti akan lahir seorang manusia yang doanya sangat makbul. Kalian berdua, pergilah cari dia. Dia akan datang dari arah Yaman, dia dibesarkan di Yaman.”
Dari kisah Uwais Al-Qarni semoga dapat menjadi lecut bagi kita untuk lebih bakti, sayang dan sayang kepada kedua orang tua.
Semoga.